Selasa, 30 November 2010

50-viii 17-wahyu dani nasution -final exam

es krim kelapa muda

 bahan :
  • 1/2 ltr susu sgr
  • 100 ml air kelapa muda
  • 1 sdk tepung maizena ,larut kan sedikit dalam air 
  • 3 tlr ayam, ambil kuning nya saja lalu di kocok
  • 200 gr daging kelapa muda
  • 100 mk krim kental
cara membuat :

  1. campur kan susu dan air kelapa muda kemudian di aduk rata
  2. masak di atas api kecil sambil di aduk terus hingga panas
  3. masukkan cairan maizenna kemudian aduk terus hingga mendidih
  4. ambil sedikit adonan kemudian aduk dgn kuning telur
  5. masukkan kembali ke dalam adonan. masak hingga mendidih kemudian angkat dan terus aduk hingga uap nya hilang
  6. tambah kan daging kelapa muda dan krim kemudian aduk rata
  7. setelah agak dingin. masukkan ke dalam frezzer hinga setengah beku
  8. aduk kembali hingga rata kemudian simpan dalam freezer hingga beku
  9. sajikan dalam gelas-gelas kecil

Rabu, 17 November 2010

perlawanan rakyat aceh

10.perlawanan rakyat aceh

Sejarah Perlawanan Rakyat Aceh Melawan Belanda, Pada tanggal 12 Februari 1904 pasukan Belanda telah tiba di daerah tujuan,yaitu di daerah Gayo Laut, kira-kira 50 kilometer dari Takengon. Tetapi begitu Belanda menginjakkan kakinya di desa dekat Ketol, disambut dengan pertempuran sengit yang pertama, dimana pasukan Belanda mengalami korban, baik mati maupun luka-luka.

Dalam perjalanan menuju Takengon, pasukan Belanda tidak henti-hentinya mendapat perlawanan, Sampai mereka berhasil membuat markasnya di desa Kung, kira-kira 7 kilometer ari Takengon. Dari markas yang baru didirikan ini, pasukan Belanda melakukan operasi m iliter di sekitar Gayo Laut. Walau perlawanan pasukan rakyat Gayo cukup sengit, dan hampir setiapdaerah yang dilalui pasukan Belanda terjadi pertempuran, tetapi akhirnya daerah Gayo Laut pun jatuh ke tangan pasukan kolonial.
Setelah pasukan Belanda berhasil menguasai daerah Gayo Laut, operasi militernya maju menuju Gayo Lues, dimana pada tanggal 9 Maret 1904, pasukannya telah mencapai daerah Kla, yaitu daerah yang merupakan pintu masuk Gayo Lues. Berbeda dengan pertempuran di Gayo Laut, di sini rakyat memperkuat pertahanannya dengan benteng-benteng yang dibangun dari tanah
dicampur batu-batu. Di sekelilingnya dibuat pagar kayu berduri yang telah dibuat runcing, dan dilapisi pula dengan tanaman hidup bambu berduri, yang oleh orang Gayo disebut 'uluh kaweh' yang berlapis-lapis. Kemudian dipasang pula bambu runcing dan kayu runcing dalam bentuk ranjau-ranjau.

Di bagian dalam benteng dibu
at lobang-lobang perlindungan, lubang pengintaian lubang penembak di bagian dinding-dinding benteng. Selain itu dibuat pula lubang perlindungan untuk wanita dan anak-anak di dalam benteng tersebut. Dengan cara ini, benteng pertahanan rakyat Gayo berusaha menahan serangan pasukan Belanda yang jauh lebih kuat dan modern.

Salah satu bukti tentang pertempuran benteng yang dahsyat, yaitu benteng Gemuyang, setelah berhari-hari bertempur, akhirnya baru jatuh setelah rakyat Gayo sebanyak 308 orang tewas : antaranya 168 orang laki--laki, 92 orang wanita dan 48 orang anak-anak. Sedangkan korban dari pihak pasukan Belanda hanya dua orang tewas dan 15 orang luka-luka berat.

Kuta Reh

Pertempuran di benteng Reket Goib antara pasukan penyerbu dengan pasukan rakyat Gayo lebih berimbang, sehingga korban yang jatuh di kedua belah pihak cukup banyak. Di pihak rakyat Gayo telah meninggal dunia sebanyak 148 orang: antaranya 143 orang pria, 41 orang wanita dan anak-anak. Korban di pihak pasukan Belanda: 7 orang mati, diantaranya 2 orang perwira dan 42 orang luka-luka berat, diantaranya 15 orang perwira.
Pertempuran dari benteng ke benteng yang tersebar di daerah-daerat Gayo tidak kurang dari sepuluh buah banyaknya, dengan korban ribuan rakyat Gayo yang mati terbunuh. Hanya dengan cara itu pasukan Belanda dapat menaklukkan Gayo.

Setelah daerah Gayo berhasil ditundukkan, maka pada tanggal 13 Juni 1904 pasukan Belanda melanjutkan serangan ke daerah Alas, dengan sasaran utamanya desa Batu Mbulen dimana tinggal seorang ulama besar bernama Teungku Haji Telege Makar dengan pondok pesa ntrennya. Mendengar k
edatangan pasukan Belanda mau menyerbu kaum muslimin, dengan pimpinan para ulama mereka mengosongkan desa tersebut dan semuanya berkumpul di
benteng Kute Reh yang telah disiapkan jauh sebelum pasukan musuh datang.

Pertempuran dahsyat dan bermandikan darah berlangsung berhari-hari antara pasukan musuh dengan pasukan kaum muslimin di benteng Kute Reh tersebut. Benteng Kute Reh jatuh ke tangan pasukan Belanda, setelah 561 orang pasukan yang mempertahankan benteng itu tewas, diantaranya 313 orang pria, 189 orang wanita, dan 59 orang anak-anak. Sedangkan di pihak musuh hanya dua orang mati dan 17 orang luka-luka berat.

Pada tanggal 20 Juni 1904 pasukan Belanda dibawah pimpinan Van Daalen sendiri melanjutkan penyerbuannya ke benteng Likat. Pertempuran sengit bermandikan darah berlangsung dahsyat dan ngeri. Sebab pasukan Belanda main bantai tanpa pandang bulu, sehingga 432 orang mati terbunuh, diantaranya 220 pria,
124 wanita, dan 88 orang anak-anak. Dipihak pasukan musuh yang mati hanya seorang dan 18 orang tentara luka-luka, termasuk Letnan Kolonel Van Daalen dan Kapten Watrin.
Daerah Alas dapat dikuasai pasukan Belanda setelah jatuhnya benteng Lengat Baru pada tanggal 24 Juli 1904, dengan korban yang sangat besar di pihak rakyat Alas, di mana 654 orang tewas, diantaranya 338 orang pria dan 186 wanita serta anak-anak 130 orang.Di pihak musuh hanya 4 orang mati.
Keganasan Pasukan Marsose dari yang tergabung prajurit Belanda, Jawa, Menado dan Ambon Yang dipimpin oleh Van Daalen.

Sebagaimana telah terjadi di daerah-daerah lainnya di Aceh, jika pertempuran terbuka telah tidak mungkin dilakukan, kar
ena kekuatan yang tak seimbang dengan pasukan musuh, maka 'perang gerilya' merupakan satu-satunya jawaban untuk melumpuhkan pasukan Belanda. Di Gayo dan Alas pun berlaku hal yang sama. Apalagi daerah Gayo dan Alas adalah daerah
bergunung-gunung dan berhutan lebat, sehingga 'perang gerilya' yang dilakukan rakyat Gayo dan Alas sangat menguntungkan. Dan sebaliknya pasukan Belanda tidak pernah bisa tinggal tenteram di daerah-daerah yang didudukinya.

Pada bulan Maret 1904 sebuah kolonne yang terdiri dari enam brigade marsose, yaitu kira-kira 160 orang tentara, masuk ke dalam jebakan pasukan gerilya muslimin yang berkekuatan sebanyak 300 orang gerilyawan. Dengan gerak cepat dan ketangkasan yang luar bi asa, pasukan gerilyawan muslimin Aceh ini menyerang dengan kelewang dan rencong terhadap pasukan marsoseyang terjebak itu. Seluruh pasukan Belanda sebanyak 160 orang tentara mati terbunuh, ter-masuk Kapten Campion yang mati karena luka-luka berat.

perlawanan rakyat sumatra barat

9.perlawanan rakyat sumatra barat

erang Padri ; Gerakan perlawanan rakyat Sumatera Barat terhadap Belanda dipimpin oleh Imam Bonjol


Dalam perjanjian dan ikrar rahasia di lereng gunung Tandikat itu, telah ditetapkan bahwa tanggal 11 Januari 1833, kaum Padri dan golongan penghulu beserta rakyat Sumatera Barat secara serentak melakukan serangan kepada pasukan Belanda. Awal serangan rakyat Minangkabau ini terhadap pasukan Belanda banyak mengalami kemenangan, terutama di daerah sekitar benteng Bonjol, di mana pasukan Belanda ditempatkan untuk melakukan blokade. Pasukan Belanda yang langsung dipimpin oleh Letnan Kolonel Vermeulen Krieger, pimpinan tertinggi militer di Sumatera Barat, di daerah Sipisang diporak-porandakan oleh pasukan Padri, sehingga, banyak sekali serdadu Belanda yang mati terbunuh. Hanya Letnan Kolonel Vermeulen Krieger dan beberapa orang anak buahnya yang dapat menyelamatkan diri dari pembunuhan itu. Karena semua jalan terputus maka terpaksa Letnan Kolonel Vermeulen Krieger dengan anak buahnya yang tinggal beberapa orang itu menempuh jalan hutan belantara untuk bisa kembali ke Bukittinggi.
Apabila di daerah Alahan Panjang, serangan secara serentak dapat dilakukan oleh rakyat Minangkabau dan berhasil memukul mundur pasukan Belanda, tetapi di Luhak Tanah Datar dan Luhak Agam, serangan itu tidak dapat dilaksanakan. Faktor penyebabnya ialah banyak daerah-daerah di sini belum menerima informasi dari hasil Ikrar Tandikat; disamping banyak daerah-daerah strategis yang dikuasai Belanda. Bahkan ada juga informasi ikrar ini jatuh ke tangan Belanda, sehingga orang-orang yang dicurigai segera ditangkap. Di samping itu memang masih banyak para penghulu atau kepala adat yang tetap setia kepada Belanda.
Timbulnya perlawanan serentak dari seluruh rakyat Minangkabau, sebagai realisasi ikrar Tandikat, memaksa Gubernur Jenderal Van den Bosch pergi ke Padang pada tanggal 23 Agustus 1833, untuk melihat dari dekat tentang jalannya operasi militer yang dilakukan oleh pasukan Belanda. Sesampainya di Padang, ia melakukan perundingan dengan Jenderal Riesz dan Letnan Kolonel Elout untuk segera menaklukkan benteng Bonjol, yang dijadikan pusat meriam besar pasukan Padri, Riesz dan Elout menerangkan bahwa belum datang saatnya yang baik untuk mengadakan serangan umum terhadap benteng Bonjol, karena kesetiaan penduduk Agam masih disangsikan, dan mereka sangat mungkin kelak me¬nyerang pasukan Belanda dari belakang. Tetapi Jenderal Van den Bosch bersikeras untuk segera menaklukkan benteng Bonjol, dan paling lambat tanggal 10 september 1853 Bonjol harus jatuh. Kedua opsir tersebut meminta tangguh enam hari lagi, sehingga jatuhnya Bonjol diharapkan pada tanggal 16 September 1833.
Meskipun demikian, kedua opsir tersebut belum yakin dapat melaksanakan rencana yang telah diputuskannya, sebab besar sekali kesulitan-kesulitan yang harus dihadapinya. Pertama, karena mereka harus rnengerahkan tiga kolone: satu kolonne harus menyerang Bonjol dengan melalui Suliki dan Puar Datar di Luhak Lima Puluh Kota, dan satu kolonne dari Padang Hilir melalui Manggopoh dan Luhak Ambalau, dan kolonne ketiga dari Ram melalui Lubuk Sikaping. Dan disamping itu harus disiapkan pula satu kolonne yang pura-pura menyerang Padri di daerah Matur, supaya pasukan Padri mengerahkan pasukannya ke sana. Sebelum pasukan menyerbu ke Bonjol, kolonne-kolonne itu harus mampu menundukkan dan menaklukkan daerah-daerah di sekelilingnya, dan merusakkan semua pertahanan rakyat di Luhak Agam.
Rakyat Padang Datar umumnya marah betul kepada tentara Belanda, karena melihat kekejaman dan kesadisannya di Guguk Sigadang; dan rasa benci kepada kaki-tangan Belanda yang bersifat sewenang-wenang serta mencurigai dan menangkap rakyat awam.
Sementara itu, Mayor de Quay mengutus Tuanku Muda Halaban untuk membujuk Imam Bonjol supaya suka berunding dan berdamai dengan Belanda. Imam Bonjol menyatakan kepada Tuanku Muda Halaban, bahwa ia bersedia berunding di suatu tempat yang telah ditetap¬kan. Akhirnya perundingan itu dapat dilaksanakan.

perlawanan rakyat maluku

8.perlawanan rakyat maluku

Daftar Nama Pahlawan :
- Thomas Matulesi
- Kapiten Patimura
- Kapitan Paulus Tiahahu
- Kristina Martha Tiahahu
Penduduk Ambon-Lease memiliki unsur kehidupan yang dibawa dan dipadukan dengan budaya yang telah ada oleh VOC yaitu sistem perkebunan cengkeh, sistem pemerintahan desa dan sistem pendidikan desa. Sistem pemerintahan terjadi karena timbulnya daerah pemukiman baru.
Sistem perkebunan cengkeh mengharuskan menjual cengkeh rakyat ke VOC dengan harga yang ditetapkan sepihak. Hak pengolahan tanah dibagi menjadi tanah pekebunan cengkeh dan tanah pusaka warisan keluarga untuk ditanami bahan pangan untuk keluarga yang menggarapnya.
Ketiga jenis sistem tersebut menyebabkan keresahan masyarakat Maluku karena :
1. Banyak terjadi korupsi.
2. Adanya kewajiban membuat ikan asin dan garam untuk kapal perang belanda.
3. Pemuda negeri banyak yang dipaksa menjadi serdadu di Jawa.
4. Diberlakukan sirkulasi uang kertas di Ambon yang didapat dari hasil penjualan cengkeh namun untuk membeli barang di toko pemerintah harus memakai uang logam.
5. Hukuman denda dibayar dari hasil penjualan cengkeh serta ditambah biaya untuk kepentingan residen.
6. Penyerahan wajib leverantie bahan bangunan.
7. Adanya pelayaran hongi yang menebar penderitaan.
Tanggal 14 mei 1817 rakyat maluku bersumpah untuk melawan pemerintah dimulai dengan menyerang dan membongkar perahu milik belanda orombaai pos yang hendak membawa kayu bahan bangunan. Kemudian merebut benteng Duurstede oleh pasukan yang dipimpin Kapiten Pattimura dan Thomas Matulesi. Pattimura kemudian menyerang pasukan yang dipimpin beetjes untuk merebut benteng Zeelandia, namun sebelum menyerang zeelandia, Residen Uitenbroek di Haruku melkukan hal berikut :
1. Memberi hadiah kepada Kepala Desa.
2. Membentuk komisi pendakatan Kepala-Kepala Desa di Haruku.
3. Mendatangkan pasukan bala bantuan Inggris dengan Kapal Zwaluw.
Karena adanya bantuan Inggris, Kapten Pattimura terdesak masuk hutan dan benteng-bentengnya direbut kembali pemerintah.
Rakyat nusa laut menyerah tanggal 10 November 1817 setelah pimpinannya Kapiten Paulus Tiahahu serta putrinya Kristina Martha Tiahahu. Tanggal 12 November 1817 Kapitan Pattimura ditangkap dan bersama tiga penglimanya dijatuhi hukuman mati di Niuew Victoria di Ambon.

perlawanan rakyat indonesia terhadap inggris

7.perlawanan rakyat indonesia terhadap inggris

 Merefleksikan kekuatan moral Konferensi Asia Afrika masa lalu, kini, dan masa yang akan datang.

”Bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan...”

Pembukaan UUD 1945

Tidak ada suatu bangsa yang sehebat Indonesia dalam berkomitmen bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri keadilan. Hal ini masuk dalam landasan konstitusional kita bangsa Indonesia dalam menapaki sejarah berbangsa di muka bumi.

Ir. Sukarno juga secara lugas menggunakan kata-kata ini ”PENJAJAHAN DI ATAS DUNIA HARUS DIHAPUSKAN” dalam pembukaan konferensi Asia Afrika untuk menekan perilaku penjajahan kolonial barat yang menindas bangsa-bangsa di Asia dan Afrika. Konferensi pada bulan April 1955, KAA yang berhasil diselenggarakan di Bandung yang dihadiri oleh 22 pemimpin negara Asia dan 7 pemimpin negara-negera Afrika.
Pada masa itu berarti komitmen ini secara otomatis menjadi penantang terhadap hegemoni negara-negara besar yang pada umumnya memiliki negeri-negeri jajahan. Mereka merupakan negara-negara adidaya pada masa itu. Inggris merupakan negara yang paling banyak memiliki negara jajahan dimana-mana, Belanda, Portugis, Prancis, Spanyol dan Amerika Serikat.

Kata-kata menghapuskan penjajahan dimuka bumi menjadi ”mantra” yang luar biasa yang menyebabkan hadirin pada konfrensi Asia Afrika bertepuk tangan hampir 30 menit lamanya. Tidak sedikit dari mereka yang meleleh air matanya, menandai bangsa-bangsa yang bermartabat ini harus merdeka. Harus bangkit!

Para Pemimpin KAA jalan kaki di BandungMengapa begitu gemuruh dan begitu suka cita? Karena bangsa-bangsa Asia Afrika haus terhadap kemerdekaan saudara-saudara. Gelegar pidato Ir Sukarno yang menentang penjajahan dimuka bumi disambut secara sangat antusias oleh negara-negara peserta konferensi yang berjumlah hampir 29 negara Asia Afrika itu.

Tetapi ditempat lain diseberang sana, di tanah negari-negeri yang maju, yang dananya berasal dari penindasan dan kolonialisme. Bangsa-bangsa kolonial tersebut mendidih darahnya mendengar pidato pembukaan Ir. Sukarno dalam konferensi Asia Afrika tersebut.

Presiden Amerika Serikat Dwight D. Eisenhower secara langsung mengatakan bahwa Sukarno adalah diktator Asia yang harus digulingkan. Frank Wisner, Deputi Direktur Perencanaan CIA mengeluarkan komentar pada tahun 1956, ”Saya pikir, inilah waktunya kita menyeret kaki Soekarno ke bara api.”

Pejabat-pejabat Belanda mengatakan bahwa Indonesia adalah ladang ektrimis dan pengganggu Papua Barat. Inggris yang tidak suka keterlibatan intelegen Indonesia di Singapura pada saat pelepasan Singapura dari Malaysia, mengatakan bahwa Indonesia sebagai Teroris Asia Tenggara.

Portugal mengatakan sebagai pelanggar HAM. Walaupun jelas-jelas mereka menjajah, menindas dan melegalkan perbudakan, tetapi mereka masih berani menggunakan kata-kata HAM. Dasar keblinger!!!. Harusnya kata-kata itu dimiliki oleh bangsa-bangsa Asia Afrika dalam pembahasan di konferensi bukan mereka para kolonialis itu.

Para penjajah-penjajah itu menghamburkan kata-kata najis kepada Ir. Sukarno. Padahal para kolonialis itulah yang sebenarnya imperial kriminal yang merusak tatanan dunia saat itu.

Tidak mudah untuk menggugah suatu kemerdekaan bangsa-bangsa yang terjajah untuk saat itu saudara-saudara. Benar-benar tidak mudah. Semua bangsa kolonial itu memiliki senjata-senjata yang terhebat pada masa itu, tetapi bangsa Asia Afrika benar-benar masih merangkak... seperti bayi yang belum tahu apa-apa, apalagi membuat senjata.

Bangsa Asia Afrika memang benar-benar masih lemah, kecuali Jepang dan China. Tetapi kedua bangsa besar inipun masih banyak dirundung masalah. Jepang baru kalah perang dan China masih punya masalah dalam negerinya.

Tapi sekarang Saudara, Lihatlah! Bangsa-bangsa bayi ini setelah refleksi Asia Afrika yang kita bangun telah menjadi negara-negara yang merdeka kini, walaupun masih ada sebagian saudara kita yang terjajah seperti Palestina, Afghanistan dan Irak. Semoga kemerdekaan akan segera mereka raih. Tetapi lihatlah China yang menjadi adidaya, India yang menjadi negara maju, Afrika Selatan, Vietname, Malaysia dan banyak lagi negara-negara anggota KAA lain yang sudah menjadi negara maju.

Setidak-tidaknya bangsa Indonesia sedikit berbangga bahwa perjuangan Bapak-Bapak bangsa kita dahulu yang membangkitkan semangat bangsa-bangsa terjajah akan menjadi api semangat bangsa-bangsa terjajah. Sesemangat ketika tetes air mata dari ribuah wajah-wajah Asia dan Afrika mengalir, sambil menantikan Abad-Abad Asia Afrika Berjaya!
 

PANITIA PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA

6.panitia persiapan kemerdekaan indonesia

Pada awalnya PPKI beranggotakan 21 orang (12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1 orang dari golongan Tionghoa). Susunan awal anggota PPKI adalah sebagai berikut:



  1. Ir. Soekarno (Ketua)
  2. Drs. Moh. Hatta (Wakil Ketua)
  3. Prof. Mr. Dr. Soepomo (Anggota)
  4. KRT Radjiman Wedyodiningrat (Anggota)
  5. R. P. Soeroso (Anggota)
  6. Soetardjo Kartohadikoesoemo (Anggota)
  7. Kiai Abdoel Wachid Hasjim (Anggota)
  8. Ki Bagus Hadikusumo (Anggota)
  9. Otto Iskandardinata (Anggota)
  10. Abdoel Kadir (Anggota)
  11. Pangeran Soerjohamidjojo (Anggota)
  12. Pangeran Poerbojo (Anggota)
  13. Dr. Mohammad Amir (Anggota)
  14. Mr. Abdul Abbas (Anggota)
  15. Mr. Mohammad Hasan (Anggota)
  16. Dr. GSSJ Ratulangi (Anggota)
  17. Andi Pangerang (Anggota)
  18. A.H. Hamidan (Anggota)
  19. I Goesti Ketoet Poedja (Anggota)
  20. Mr. Johannes Latuharhary (Anggota)
  21. Drs. Yap Tjwan Bing (Anggota)
Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan bertambah 6 yaitu :
  1. Achmad Soebardjo (Anggota)
  2. Sajoeti Melik (Anggota)
  3. Ki Hadjar Dewantara (Anggota)
  4. R.A.A. Wiranatakoesoema (Anggota)
  5. Kasman Singodimedjo (Anggota)
  6. Iwa Koesoemasoemantri (Anggota)

pembentukan identitas nasional

5.pembentukan identitas nasional

a. Kronologi Penggunaan Istilah “Indonesia”

Tokoh-tokoh yang pernah menggunakan istilah “Indonesia” antara lain :
• J.R Logan : ia menggunakan istilah “Indonesia” untuk menyebut kepulauan dan penduduk nusantara.
• Earl G. Windsor : dalam media milik J.R Logan ia menyebutkan kata “Indonesia” bagi penduduk nusantara.
Disamping tokoh-tokoh tersebut, ada juga tokoh dari Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda yang mengganti nama Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging. Mereka juga mempunyai majalah sebagai alat komunikasi dan alat perjuangan. Nama majalah tersebut adalah “Hindia Putra” yang kemudian diganti menjadi “Indonesia Merdeka”. Dengan demikian, Indonesische Vereeniging atau Perhimpunan Indonesia merupakan satu-satunya organisasi pergerakan bangsa Indonesia yang terus berjuang untuk memperkenalkan istilah Indonesia dimata dunia Internasional.
Dalam perkembangan selanjutnya, kata “Indonesia” dikukuhkan menjadi identitas nasional melalui Kongres Pemuda dengan pengucapan ikrar Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 yang istilah “Indonesia” tercantum dalam isi Sumpah Pemuda. Melalui peristiwa Sumpah Pemuda tersebut, istilah Indonesia kemudian ditetapkan menjadi identitas nasional bangsa dan Negara.


b. Kata “Indonesia” sebagai Identitas kebangsaan (Nasional)

Sejak J.R. Logan menggunakan kata ‘Indonesia” untuk menyebut penduduk dan kepulauan Nusantara (1850), maka nama atau istilah ‘indonesia” mulai dikenal. Kemudian, melalui sumpah Pemuda, istilah “Indonesia” disebarluaskan ke segala penjuru tanah air. Oleh karena itu, penduduknya tidak lagi menyebut kepulauan Nusantara dengan sebutan Hindia Belanda, tetapi telah menyebut wilayahnya dengan sebutan Indonesia. Akhirnay, kata “Indonesia” dikukuhkan kembali malalui Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

usaha periapan kemerdekaan indonesia

4.badan penyelidik usaha persiapan indonesia

Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau (Jepang: Dokuritsu Junbi Cosakai atau dilafalkan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai) adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 63 orang yang diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Hibangase Yosio (orang Jepang) dan R.P. Soeroso.
Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh R.P.Soeroso, dengan wakil Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda (orang Jepang).
Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau (Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai) dengan anggota berjumlah 21 orang sebagai upaya pencerminan perwakilan etnis [1]terdiri berasal dari 12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari maluku, 1 orang dari Tionghoa

proklamasih kemersekaan indonesia

3.proklamasih kemerdekaan indonesia

ada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau "Dokuritsu Junbi Cosakai", berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Indonesian flag raised 17 August 1945.jpg
Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.
Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI.[1] Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang (sic).
Indonesia flag raising witnesses 17 August 1945.jpg
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.
Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdeng

muncul nya nasionalisme di indonesia

2.muncul nya nasionalisme di indonesia

SEJARAH nasional Indonesia tidak selalu harus berkaitan dengan partai politik dan kolonialisme. Kebebasan yang merupakan salah satu jiwa dari nasionalisme dapat digunakan untuk melihat munculnya generasi muda yang memberontak terhadap berbagai tradisi, (Bambang Purwanto, 2005).
Setiap 20 Mei, di negeri ini diperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) sebagai sebuah refleksi positif bagi bangsa Indonesia.
Peringatan Harkitnas menjadi sesuatu yang penting ketika dijadikan sebuah refleksi bagi bangsa yang sedang membangun dari berbagai aspek kehidupan. Paling tidak bagi seluruh komponen masyarakat ini, baik penyelenggara negara (pemerintah) dan jajarannya. Masyarakat pada umumnya memiliki kesadaran sejarah yang tinggi untuk kemudian dijadikan sebagai bahan pelajaran, bahwa dulu kita pernah bangkit.
Kesadaran itu tentu sangat berpotensi untuk meningkatkan atau membangunkan kembali anak bangsa yang sedang terlelap. Kesadaran itu sangat diharapkan pula mampu ‘membius’ masyarakat Indonesia agar dapat berkarya lebih baik, produktif, tidak konsumtif dan tentu dapat berkompetisi dan bersanding dengan negara lain di dunia. Paling tidak di Asia.
Selama ini, kita mempunyai pemahaman tentang cerita bagaimana proses bangkitnya masyarakat Hindia Belanda pada awal abad ke-20. Cerita itu bisa saja diperoleh dari guru sejarah, pemerhati sejarah, sejarawan atau buku sejarah. Kesamaan cerita itu paling tidak memberikan gambaran bahwa, kebangkitan nasional muncul akibat kolonialisme.
Tentu kesimpulan itu tidak seutuhnya salah, karena memang salah satu pemicu bangkitnya bangsa ini karena adanya eksploitasi sumberdaya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) oleh Pemerintah Hindia Belanda sejak kedatangannya (VOC, 1602).
Kita semua tahu, berdasarkan buku sejarah yang kita baca, selalu menjelaskan bagaimana aktivitas Pemerintah Hindia Belanda selama menginjakkan kakinya di negeri ini.
Kesalahan cara berpikir tentang nasionalisme muncul ketika disimpulkan, bahwa bangkitnya bangsa ini semata-mata karena adanya kolonialisme dan imperialisme. Kesalahan itu terus berlanjut.
Kita tidak mampu menjelaskan kepada peserta didik persoalan realitas sosial sejarah bangsa ini ketika dijajah. Apakah misalnya ketika kita tidak dijajah Belanda, kita tidak akan pernah bangkit?
Seharusnya pertanyaan itu dijawab ‘tidak’, dengan alasan bahwa bangkitnya masyarakat pribumi karena menginginkan ‘kebebasan’, dan kehidupan yang lebih baik dari segala bidang kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama.
Kenyataan tersebut mengharuskan kita untuk mendefinisikan ulang tentang nasionalisme Indonesia. Hal itu perlu dilakukan sebagai upaya memahami kembali realitas sosial pada masa lalu bangsa ini, sehingga sejarah lebih adil dalam memberikan keterangan kepada masyarakat luas.
Definisi ulang di sini tidak dimaksudkan untuk mengatakan, bahwa apa yang telah disampaikan guru dan buku tentang kebangkitan nasional salah. Namun hanya ingin mengatakan bahwa perlu sedikit memahami jika dalam memahami nasionalisme itu tidak selalu berkaitan dengan kolonialisme.
Kolonialisme adalah sebuah entitas yang ada pada waktu itu, yang juga merupakan bagian faktor pendorong munculnya nasionalisme Indonesia. Namun, ada hal penting lainnya yang seperti (sengaja) dilupakan, yakni memahami perasaan masyarakat pribumi (khususnya pemuda) pada waktu itu.
Pada awal abad ke-20, pemuda memahami arti penting sebuah ‘kebebasan’ dan keadilan. Pemuda Cokro, Sutomo, Sukarno dan lainnya adalah orang yang merasakan penting kebebasan dan keadilan yang harus terus diperjuangkan. Jadi, proseslah yang kemudian membentuk ide nasionalisme itu yang terakumulasi pada 20 Mei 1908 Yakni terbentuknya organisasi sosial kultural Budi Utomo. Puncaknya 28 Oktober 1928, yakni, dikrarkannya ‘Sumpah Pemuda’, yaitu satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa yakni Indonesia.
Upaya pemuda membentuk berbagai organisasi, baik organisasi kebangsaan, keagamaan dan sosial kultural sebagai wadah untuk memperjuangkan nilai-nilai kebebasan dan keadilan.
Muncullah kemudian Budi Utomo, Sarekat Islam (SI), Indische Partij (IP), PNI sebagai organisasi beraliran kebangsaan, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Musyawaratutthalibin (organisasi lokal terbesar di Kalimantan, 1931) sebagai organisasi keagamaan, serta berbagai organisasi sosial kultural seperti Taman Siswa (Tamsis).
Bagaimana elite pemuda pribumi menggapai cita-cita kebebasan dan keadilan? Hal itu tampak dalam berbagai program dan orientasi organisasi yang mereka jalankan. Misalnya, SI getol memperjuangkan ekonomi kerakyatan, yakni dengan usaha batik di Solo. Melalui gerakan itu, diharapkan masyarakat Indonesia dapat hidup sejahtera tanpa tergantung kepada orang lain.
Karena itu, tidak berlebihan jika pemahaman kita tentang kebangkitan nasional atau nasionalisme Indonesia tidaklah selalu diidentikkan dengan kolonialisme. Tetapi bagaimana kita memandang bahwa proses sejarah yang tampak merupakan sebuah upaya meraih cita-cita kebebasan dan keadilan. Upaya mendobrak tradisi yang memasung kebebasan dan keadilan.
Hal itu tampak ketika berbagai elite kebangsaan (sekuler) dan agama (religious) secara bersama-sama melakukan aktivitas politik, ekonomi, sosial, budaya (pendidikan) dan agama, dalam rangka mengangkat harkat dan derajat masyarakat pribumi sejak awal abad ke-20.
Berdasarkan hal itu pula, maka dapat disimpulkan bahwa nasionalisme adalah sebuah gejala modern yang muncul pada awal abad ke-20. Hal itup penting disampaikan sebagai sebuah dekonstruksi atas fakta yang menyatakan bahwa nasionalisme Indonesia sudah ada sebelum abad ke-20.

perkembangan kolonialisme bangsa barat pasca voc

1. perkembanga kolonialisme bangsa barat di indonesia

Perkembangan Pemerintah kolonial pasca VOC di Indonesia
 
Perkembangan setelah VOC bubar tahun 1799.
Kedatangan Herman Willem Daendels sebagai gubernur jenderal baru di Hindia Belanda.(1808-1811).
atas perintah Louis Napoleon adik dari Napoleon Bonaparte.
Kebijakannya yaitu:
1. Penyerahan pajak berupa hasil bumi ( contingenten)
2.Kewajiban menjual hasil pajak hanya pada pemerintah Belanda ( Verplichte Leverantie)
3. Kewajiban menanam kopi di priangan (Prianger Stelsel)
4. Membuat jalan dari anyer sampai panarukan
5. Membangun pangkalan armada laut di merak
6. Membangun pabrik senjata di Semarang.

PenggantinyaJansens tidak dapat mempertahankan pemerintahan hindia belanda dari serangan Inggris, hingga terjadi perjanjian Tuntang / salatiga tgl 11 sept.1811.
maka Ingris mulai berkuasa di Hindia( Indonesia).
Lord Minto menunjuk Sir Thomas Stamford Raffles ( 1811-1813) menjadi gubernur jendral.
Raffles mengadakan aturan sewa atas tanah ( Landrette/ Landrent) dan menghapus semua kebijakan Daendels.
Raffles kegiatannya:
1. Menulis buku History of Java.
2.Menemukan Bunga Bangkai yang diberinama: Rafflesia Arnoldi
3. Memperindah Kebun raya Bogor
4. Menemukan / membersihkan Candi Candi yang sempat terbengkalai.
Tahun 1814 Perjanjian / Konvensi London maka Inggris menyerahkan Hindia /Indonesia kepada Belanda.
Maka kembali pemerintahan Belanda di Indonesia :
1. Van der Capellen ( 1814-
2. Van Den Bosh dengan kebijakannya Tanam Paksa ( Cultuurstelsel) 1830